5 Juni merupakan tanggal istimewa bagi pegiat lingkungan. Di tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia (World Environment Day). Di tanggal tersebut juga dijadikan “alarm” bagi semua negara atas komitmen mereka dalam menjaga kelestarian lingkungan. Namun, ketika melihat kembali perjalanan kita, terdapat pertanyaan mendasar yang perlu kita jawab: Apakah kita benar-benar melindungi lingkungan, atau justru terus-menerus mengorbankannya demi pembangunan yang tidak berkelanjutan?
Kriminalisasi Aktivis Lingkungan
Salah satu isu yang sering kali tersembunyi di balik gempita peringatan Hari Lingkungan Hidup adalah kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan. Mereka yang berjuang untuk melindungi hutan, lautan, dan ekosistem lainnya sering kali menjadi korban kekerasan, intimidasi, dan penahanan ilegal. Negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, tidak jarang menggunakan perangkat hukum untuk membungkam suara-suara yang kritis terhadap proyek-proyek pembangunan yang merusak lingkungan. Aktivis seperti Eva Bande, yang pernah dipenjara karena membela hak masyarakat adat dan lingkungan, menjadi simbol dari perjuangan panjang melawan kekuatan ekonomi dan politik yang korup.
Kriminalisasi aktivis lingkungan telah menjadi isu yang semakin mengkhawatirkan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Para pejuang lingkungan ini sering kali menjadi sasaran intimidasi, ancaman, dan penahanan ilegal oleh aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi mereka. Alih-alih didukung dalam upaya menjaga kelestarian alam, mereka justru dikriminalisasi karena mengungkapkan pelanggaran dan ketidakadilan yang terjadi di lapangan. Fenomena ini tidak hanya merugikan para aktivis, tetapi juga menciptakan ketakutan di kalangan masyarakat yang peduli terhadap lingkungan.
Kasus-kasus kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan biasanya terkait dengan proyek-proyek besar yang melibatkan perusahaan dan pemerintah. Aktivis yang berani mengungkap praktik perusakan lingkungan, seperti penebangan hutan ilegal atau pencemaran sungai, sering kali dianggap sebagai ancaman oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Mereka dituduh melakukan tindak pidana seperti pencemaran nama baik atau bahkan tindakan subversif, meskipun mereka hanya menyuarakan kebenaran dan memperjuangkan hak-hak komunitas lokal serta kelestarian lingkungan. Padahal, dalam Pasal 66 UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, secara jelas diatur bahwa “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”.
Kriminalisasi ini memiliki dampak yang luas dan merugikan. Selain merusak reputasi dan kehidupan pribadi para aktivis, tindakan ini juga melemahkan gerakan lingkungan secara keseluruhan. Ketika aktivis lingkungan dipenjara atau diintimidasi, pesan yang disampaikan kepada masyarakat luas adalah bahwa upaya untuk melindungi lingkungan adalah berbahaya dan tidak dihargai. Hal ini bisa menyebabkan penurunan partisipasi publik dalam isu-isu lingkungan dan menurunkan semangat untuk melakukan perubahan positif. Padahal, Pasal 66 UU No. 32 tahun 2009 seharusnya memberikan perlindungan hukum bagi para aktivis ini dalam memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Selain itu, kriminalisasi aktivis lingkungan juga mencerminkan kelemahan sistem hukum dan pemerintahan dalam menegakkan keadilan dan melindungi hak asasi manusia. Dalam banyak kasus, hukum digunakan sebagai alat untuk melindungi kepentingan ekonomi dan politik daripada kepentingan umum dan lingkungan. Pemerintah seharusnya bertindak sebagai pelindung lingkungan dan hak-hak warganya, bukan sebaliknya. Reformasi hukum dan kebijakan yang lebih berpihak pada kelestarian lingkungan dan hak-hak masyarakat adat sangat diperlukan untuk menghentikan praktik kriminalisasi ini. Implementasi yang tegas terhadap Pasal 66 UU No. 32 tahun 2009 adalah langkah penting untuk mengakhiri ketidakadilan ini.
Eksploitasi dibalik Kebijakan Pembangunan
Kebijakan pembangunan sering kali diklaim sebagai motor penggerak kemajuan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, di balik gembar-gembor pembangunan ini, tersembunyi kenyataan pahit tentang eksploitasi lingkungan dan sumber daya yang tak terelakkan. Di Indonesia, fenomena ini semakin mencolok ketika proyek-proyek besar diluncurkan dengan dalih menggenjot pertumbuhan ekonomi, namun mengabaikan aspek keberlanjutan dan kesejahteraan jangka panjang.
Salah satu contoh nyata adalah maraknya izin penebangan hutan untuk kepentingan industri perkebunan kelapa sawit dan tambang. Hutan yang berfungsi sebagai paru-paru dunia dan rumah bagi ribuan spesies flora dan fauna terancam punah demi membuka lahan baru. Dampak dari deforestasi ini tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga mengakibatkan bencana ekologis seperti banjir dan longsor yang merugikan masyarakat sekitar. Keuntungan ekonomi yang diperoleh dari ekspor sawit dan hasil tambang tidak sebanding dengan kerugian ekologis dan sosial yang ditimbulkan.
Eksploitasi sumber daya alam juga berdampak pada masyarakat adat yang telah lama hidup harmonis dengan alam. Kehidupan mereka terganggu oleh aktivitas perusahaan besar yang merampas tanah dan merusak lingkungan tempat mereka bergantung. Hak-hak masyarakat adat sering kali diabaikan atau dilanggar dengan iming-iming kompensasi yang tidak sepadan. Padahal, kearifan lokal mereka dalam mengelola alam adalah contoh terbaik dari keberlanjutan yang sesungguhnya.
Ironisnya, pemerintah yang seharusnya menjadi pelindung lingkungan dan masyarakat, justru sering kali menjadi bagian dari masalah. Kebijakan yang pro-investasi dan lemahnya penegakan hukum lingkungan membuka celah bagi praktik eksploitasi. Banyak kasus pelanggaran lingkungan yang tidak ditindak tegas, bahkan ada indikasi keterlibatan oknum pejabat dalam melindungi kepentingan korporasi besar. Hal ini menunjukkan adanya masalah sistemik yang harus diatasi melalui reformasi kebijakan dan pengawasan yang lebih ketat.
Di sisi lain, konsep pembangunan berkelanjutan masih sering dianggap sebagai hambatan bagi pertumbuhan ekonomi. Padahal, pembangunan yang tidak memperhitungkan aspek lingkungan dan sosial akan membawa dampak negatif jangka panjang yang lebih merugikan. Sudah saatnya kita mengubah paradigma pembangunan dengan menempatkan keberlanjutan sebagai prinsip utama. Proyek-proyek infrastruktur hijau, investasi dalam energi terbarukan, dan pelibatan aktif masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam adalah langkah-langkah konkret yang perlu ditempuh.
Eksploitasi di balik kebijakan pembangunan adalah sebuah ironi yang harus segera diakhiri. Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan model pembangunan yang adil dan berkelanjutan. Pembangunan yang sesungguhnya adalah pembangunan yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan dan menghormati hak-hak masyarakat. Jika kita terus mengabaikan aspek ini, maka apa yang kita sebut sebagai kemajuan hanyalah fatamorgana yang akan hancur bersama dengan lingkungan yang kita rusak.
Sebuah Harapan Bagi Keadilan Lingkungan
Meski demikian, ada harapan di balik semua tantangan ini. Pembangunan berkelanjutan harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan pembangunan. Konsep ini tidak hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial. Proyek-proyek infrastruktur hijau, penggunaan energi terbarukan, serta pelibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam adalah langkah-langkah konkret yang dapat kita ambil.
Pembangunan infrastruktur hijau merupakan salah satu pilar penting dalam mencapai keberlanjutan. Infrastruktur hijau tidak hanya mencakup pembangunan yang ramah lingkungan, tetapi juga dirancang untuk meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem. Misalnya, pembangunan jalan raya dan jembatan yang memperhatikan koridor satwa liar, serta pengembangan kota yang mengutamakan ruang terbuka hijau dan pengelolaan air yang baik. Selain itu, penggunaan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan biomassa harus diprioritaskan untuk menggantikan ketergantungan pada bahan bakar fosil yang merusak lingkungan.
Keberhasilan pembangunan berkelanjutan tidak dapat dicapai tanpa partisipasi aktif dari masyarakat lokal. Mereka adalah penjaga dan pengguna langsung sumber daya alam, sehingga pelibatan mereka dalam pengelolaan lingkungan sangat krusial. Program-program pemberdayaan masyarakat, seperti pelatihan pengelolaan hutan berbasis komunitas, pertanian organik, dan ekowisata, dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat juga menjadi bagian penting dari strategi pembangunan berkelanjutan.
Pemerintah dan sektor swasta harus bekerja sama untuk memastikan bahwa setiap proyek pembangunan memenuhi standar lingkungan yang ketat. Kerja sama ini dapat diwujudkan melalui kemitraan publik-swasta (Public-Private Partnership) yang transparan dan akuntabel. Pemerintah perlu menetapkan regulasi yang jelas dan tegas terkait standar lingkungan, serta mekanisme pengawasan yang efektif untuk memastikan kepatuhan. Sementara itu, sektor swasta harus berkomitmen untuk menjalankan praktik bisnis yang berkelanjutan, termasuk investasi dalam teknologi ramah lingkungan dan tanggung jawab sosial perusahaan.
Lebih dari itu, perlu ada keberanian politik untuk menegakkan hukum lingkungan dan melindungi aktivis serta masyarakat yang berjuang untuk keberlanjutan. Pemerintah harus berani mengambil langkah-langkah tegas terhadap pelanggaran lingkungan, tanpa pandang bulu terhadap siapa pun yang terlibat. Penegakan hukum yang adil dan konsisten akan memberikan efek jera dan mendorong semua pihak untuk patuh terhadap aturan lingkungan. Selain itu, perlindungan terhadap aktivis lingkungan harus ditingkatkan, mengingat peran penting mereka sebagai pengawas dan advokat kelestarian alam.
Pembangunan berkelanjutan adalah sebuah harapan yang dapat diwujudkan dengan komitmen dan tindakan nyata dari semua pihak. Infrastruktur hijau, energi terbarukan, pemberdayaan masyarakat, kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta, serta penegakan hukum yang tegas adalah langkah-langkah konkret menuju masa depan yang lebih baik. Jika kita dapat mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan ke dalam setiap aspek pembangunan, kita tidak hanya akan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, tetapi juga memastikan lingkungan yang sehat dan keadilan sosial bagi generasi mendatang.