Perang dunia kedua usai pada tahun 1945 yang ditandai dengan penandatanganan instrumen penyerahan Kekaisaran Jepang oleh Menlu Jepang saat itu, Mamoru Shigemitsu, diatas kapal perang USS Missouri (BB-63) kepada Sekutu yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Pasca perang, Tiongkok yang saat itu menjadi kawan dari Amerika akhirnya terbebas oleh pendudukan Jepang yang sudah dimulai pada 1937. Tiongkok saat itu dipimpin oleh Chiang Kai Shek yang sudah menjabat dari tahun 1928. Setelah meraih kemerdekaannya dari Jepang, situasi politik di Tiongkok tidak berjalan dengan baik begitu saja. Chiang yang saat itu memimpin partai Kuomintang harus berperang melawan partai Komunis yang dipimpin oleh Mao Zedong. Sebenarnya permusuhan antara mereka sudah dimulai sebelum Jepang menduduki Tiongkok, namun saat Jepang mulai menginvasi Tiongkok mereka memutuskan untuk melakukan gencatan senjata dan melawan Jepang yang dianggap sebagai musuh utama. Persekutuan mereka sayangnya tidak berlangsung lama. Chiang dikalahkan oleh Mao yang memaksanya keluar dari mainland Tiongkok dan pindah ke sebuah pulau bernama Formosa. Pada akhirnya Mao bersama kelompok Komunis memimpin mainland dan mendirikan negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Chiang bersama kelompok Kuomintang memimpin pulau Formosa dan mendirikan negara Republik China atau yang dikenal sebagai Taiwan.
Seiring berkembangnya RRT, mereka tak luput dari beragam konflik dengan tetangganya. Mulai dari konflik Laut China Timur (LCT) dengan Jepang yang memperebutkan Pulau Diaoyu atau Senkaku, konflik perbatasan dengan India terutama di daerah Aksai Chin dan Arunachal Pradesh, dan konflik Laut China Selatan (LCS) dengan Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. Untuk konflik di LCS, Tiongkok melancarkan klaim-klaimnya terhadap pulau-pulau yang berada di LCS. Klaim Tiongkok di LCS digambarkan oleh nine-dash line. Ini awalnya merupakan eleven-dash-line yang pertama kali ditunjukkan oleh pemerintah Kuomintang pada tahun 1947 untuk klaimnya atas LCS. Kemudian saat Partai Komunis Tiongkok berkuasa atas mainland, mereka merevisinya menjadi nine-dash line, sebagaimana disahkan oleh Zhou Enlai. 1 Deklarasi Tiongkok pada tahun 1958 (terkait teritorial laut) menggambarkan klaim
Tiongkok di kepulauan LCS berdasarkan peta nine-dash line.2 Warisan nine-dash line dipandang oleh beberapa pejabat pemerintah Tiongkok serta militernya sebagai memberikan dukungan historis untuk klaim mereka atas LCS.3
Sebagian wilayah dari nine-dash line yang secara sepihak diakui oleh Tiongkok itu bertumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) di dekat kepulauan Natuna. Walaupun Tiongkok telah mengakui otoritas serta kewenangan Indonesia atas kepulauan Natuna,4 namun mereka berpendapat bahwa perairan di sekitar kepulauan Natuna merupakan traditional fishing grounds Tiongkok. Indonesia tentu dengan segera langsung menolak klaim Tiongkok dan menyatakan bahwa klaim nine-dash line Tiongkok atas bagian-bagian kepulauan Natuna tidak mempunyai asas hukum.5 Bahkan saat tahun 2015 bulan November, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Indonesia saat itu, Luhut Pandjaitan, menyatakan bahwa Indonesia bisa menyeret Tiongkok ke pengadilan internasional.6
Kapal nelayan ikan Tiongkok yang sering dikawal oleh kapal coastguard milik People’s Liberation Army Navy (PLAN atau AL Tiongkok) sudah sering kali dilaporkan melewati wilayah laut Indonesia di dekat kepulauan Natuna. Sebuah kapal pukat Tiongkok yang melanggar wilayah laut Indonesia pada 19 Maret 2016 ditangkap oleh pihak berwajib Indonesia. Kapal tersebut diduga menangkap banyak ikan secara ilegal dan para anak buah kapal (ABK) nya pun ditangkap. Mereka dicegah untuk menarik kapal ke pelabuhan oleh kapal coastguard PLAN yang dikabarkan menabrak pukat di perairan Indonesia. Arrmanatha Nasir selaku juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia saat itu mengatakan:
“Untuk mencegah hal lain terjadi, pihak berwenang Indonesia melepaskan kapal Tiongkok dan kemudian pergi menuju Natuna, masih dengan delapan nelayan dan nakhoda di dalamnya ”.
Para ABK kapal Tiongkok tersebut pun ditahan oleh pihak berwajib Indonesia.7 Lusanya, Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia (KP) saat itu, Susi Pudjiastuti, memanggil Duta Besar Tiongkok, Xie Feng dan membicarakan masalah ini. Pemerintah Indonesia bersikeras bahwa mereka memiliki hak untuk menuntut ABK dari kapal Tiongkok tersebut, walaupun ada permintaan dari pemerintah Tiongkok untuk melepaskan ABK tersebut. Arif Havas Oegroseno selaku pejabat keamanan maritim pemerintah, mengatakan bahwa klaim Tiongkok atas traditional fishing grounds tidak diakui di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982. Kejadian ini tentunya memaksa Menkopolhukam Luhut Pandjaitan untuk menghimpun lebih banyak kapal terutama patrol serta pasukan menuju perairan Natuna.8
Presiden Indonesia Joko Widodo mengunjungi perairan Natuna dengan Kapal Republik Indonesia (KRI) Imam Bonjol 383 (kapal perang jenis korvet) untuk menunjukkan otoritas Indonesia pada 23 Juni 2016. Presiden Jokowi memimpin delegasi tingkat tinggi, termasuk Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan menteri negara. Menkopolhukam Luhut Pandjaitan menyampaikan bahwa hal itu bertujuan untuk mengirim sinyal atau pesan yang jelas bahwa Indonesia amat serius dalam usahanya untuk melindungi kedaulatan negara.9 Indonesia juga menantang klaim sejarah nine-dash line Tiongkok dengan menyatakan apabila klaim sejarah dapat dipakai untuk melakukan klaim wilayah teritorial laut, maka Indonesia pun bisa memakai klaim historisnya di LCS dengan merujuk pada wilayah teritorial laut kerajaan Sriwijaya serta Majapahit.10 Pada akhirnya setelah putusan pengadilan arbitrase tetap pada tanggal 12 Juli 2016 yang menyatakan bahwa Tiongkok tidak memiliki bukti sejarah bahwa mereka berhak mengontrol segala macam sumber daya alam (SDA) di LCS, Indonesia memohon untuk seluruh pihak yang
terlibat dalam kasus persengketaan wilayah LCS untuk menghormati serta menahan diri dengan hukum internasional yang berlaku.11
Sengketa ini juga membawa berkah tersendiri bagi kementrian pertahanan (Kemenhan). Selama periode 2010-2022, anggaran untuk Kemenhan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Untuk anggaran paling tingginya didapatkan pada tahun 2021 yaitu sebesar Rp 137,3 triliun sedangkan terendahnya didapatkan pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp 42,4 triliun. 12 Anggaran yang besar ini dipergunakan untuk rencana Minimum Essential Force (MEF). Konsep MEF itu tidak dibuat untuk arms race atau untuk strategi untuk memenangkan perang total di kemudian hari. MEF hanya merupakan bentuk kekuatan untuk menangkal serangan dari luar. 13 MEF yang merupakan salah satu kebijakan pertahanan Indonesia dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu 2010 – 2014, 2015 – 2019, 2020 – 2024. MEF memiliki beberapa unsur, yaitu anggaran, sumber daya manusia (SDM), alutsista, industri pertahanan, serta pangkalan dan daerah latihan. Beragam unsur tersebut difokuskan pada flash point yaitu bagian dari wilayah Indonesia yang ditandai sebagai daerah dengan kemungkinan tinggi terjadinya berbagai ancaman nyata. Flash point menjadi landasan prioritas dibuatnya komposisi dan disposisi MEF secara bertingkat dan berkelanjutan.
Militer Indonesia tentu memanfaatkan MEF dengan baik untuk memperkuat alutsistanya. Untuk mantra laut, AL Indonesia sedang mengembangkan rencana MEF untuk mengisi dan memodernisasi armada, termasuk mencapai 151 kapal (minimum), 220 kapal (standar), dan 274 kapal (ideal) yang memiliki cetak biru hingga 2024.14 Hal ini dibuktikan dengan pembelian dan kerjasama dengan negara lain untuk beragam kapal perang seperti kapal selam Scorpene Evolved, kapal fregat jenis FREMM (Frigate European Multi-Mission), kapal fregat kelas Iver Huitfeldt, kapal fregat kelas Mogami, dll. Kemudian untuk memperkuat pertahanan udara, Indonesia membeli pesawat tempur Rafale, F-15 EX, dan KFX/IFX-21 Boramae. Bila diperhatikan, semua
negara yang dimana Indonesia melakukan kerjasama dan pembelian alutsista adalah negara sekutu Amerika. Mulai dari Perancis dan Italia di Eropa hingga Jepang dan Korea Selatan di Asia. Tentu ini adalah sebuah keniscayaan karena ancaman Indonesia di LCS adalah Tiongkok dan sebagai antitesisnya, Indonesia memutuskan untuk bekerjasama dengan Amerika dan sekutunya. Tidak hanya membeli dan bekerjasama terkait alutsista terbarukan saja untuk mempertahankan negara ditengah kondisi geopolitik kawasan yang memanas, Indonesia juga melakukan latihan militer bersama untuk mengasah kemampuan tempur pasukan TNI dengan negara lain. Salah satu latihan militer bersama yang terbesar di kawasan Indo-Pasifik adalah Super Garuda Shield. Latihan ini mulai dilaksanakan pada 03 Agustus 2022 di wilayah Indonesia. Peserta latihan ini terdiri dari Amerika Serikat, India, Indonesia, Inggris, Jepang, Kanada, Korea Selatan, Malaysia, Papua Nugini, Prancis, dan Selandia Baru. Latihan dari Super Garuda Shield 2022 berupa latihan amfibi, keamanan maritim, operasi militer di wilayah perkotaan, pertahanan udara, penyerangan lanud, serta pos komando yang melatih kemampuan pasukan untuk membuat rencana, memberikan komando, serta berkomunikasi satu dengan lainnya didalam simulasi lingkup operasional.15
Dari semua aktivitas yang dilakukan oleh Indonesia terutama melalui Kemenhan, bisa kita lihat bahwa kemungkinan di masa mendatang akan timbul konflik terbuka di kawasan Indo-Pasifik. Dengan sikap Tiongkok yang tetap agresif terhadap Taiwan dan negara-negara ASEAN terutama yang ia langgar kedaulatannya di LCS itu bisa menjadi pemicu dari konflik terbuka. Tidak menutup kemungkinan bahwa perang dunia ketiga akan dimulai dari kawasan Asia karena Tiongkok akan menantang Amerika secara langsung disana melalui Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang yang menjadi sahabat baik Amerika. Indonesia yang secara lokasi juga amat strategis tentu akan terseret dalam konflik ini apabila terjadi. Wilayah Indonesia tidak seperti Swiss yang bisa memutuskan untuk netral dalam dua perang besar. Ditambah dengan beragam kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia menjadikannya seksi untuk diperebutkan. Oleh karenanya janganlah kita protes atas besarnya dana pertahanan yang kita miliki yang padahal bila dibandingkan dengan Singapura itu masih kecil. Hal yang harus diperhatikan adalah penggunaan dana tersebut. Apakah sudah sesuai dengan beragam hal yang dibelanjakan untuk pertahanan atau masih banyak celah untuk korupsi yang membuat dana pertahanan selalu kurang.
Referensi
1 Granados, U. (2006). Chinese Ocean Policies Towards the South China Sea in a Transitional Period, 1946—1952.
China Review, 6(1), 153–181.
2 People´s Republic of China Foreign Ministry. (1958). Declaration of the Government of the People´s Republic of China on China´s Territorial Sea. https://web.archive.org/web/20200302033136/https://www.fmprc.gov.cn/mfa_eng/wjb_663304/zzjg_663340/yzs_6 63350/xwlb_663352/W020140608617876545470.jpg
3 Gao, Z., & Jia, B. (2013). The Nine-Dash Line in the South China Sea: History, Status, and Implications. American Journal of International Law, 107(1).
4 The Washington Times. (2015). Inside China: China clarifies Natuna Islands sovereignty to Indonesia. https://www.washingtontimes.com/news/2015/nov/19/inside-china-china-concedes-natuna-islands-to-indo/
5 The Jakarta Post. (2016). Indonesia ‘speaks Chinese’ in South China Sea. https://www.thejakartapost.com/academia/2016/07/18/indonesia-speaks-chinese-in-south-china-sea.html
6 Reuters. (2015). Indonesia says could also take China to court over South China Sea. https://www.reuters.com/article/us-southchinasea-china-indonesia- idUSKCN0T00VC20151111#eGL6G8XkzH3bbmXw.97
7 The Guardian. (2016). South China Sea: Indonesia summons Chinese ambassador as fishing dispute escalates.. https://www.theguardian.com/world/2016/mar/21/south-china-sea-indonesia-summons-chinese-ambassador-as- fishing-dispute-escalates
8 The Guardian. (2016). Indonesia vows to prosecute Chinese trawler crew in South China Sea dispute. https://www.theguardian.com/world/2016/mar/24/indonesia-vows-to-prosecute-chinese-trawler-crew-in-south- china-sea-dispute
9 ABC News. (2016). South China Sea: Indonesian leader visits Natuna Islands amid growing tensions. https://www.abc.net.au/news/2016-06-23/joko-widodo-visits-south-china-sea-amid-tension-with- china/7539164?nw=0&r=HtmlFragment
10 The Jakarta Post. (2016). China’s nine-dash line revisited. https://www.thejakartapost.com/academia/2016/07/12/chinas-nine-dash-line-revisited.html
11 The Jakarta Post. (2016). Indonesia’s statement on South China Sea dissatisfying: China’s experts. https://www.thejakartapost.com/seasia/2016/07/13/indonesias-statement-on-south-china-sea-dissatisfying-chinas- experts.html
12 Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI. (2021). Budget Issue Brief Politik dan Keamanan. https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/bib/public-file/bib-public-37.pdf
13 Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. (2012). PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENYELARASAN MINIMUM ESSENTIAL FORCE
KOMPONEN UTAMA. https://www.kemhan.go.id/ppid/wp-content/uploads/sites/2/2016/10/Permenhan-Nomor-19- Tahun-2012-Lampiran-1.pdf
14 Jakarta Greater. (2015). Indonesia Targetkan Miliki 154 Kapal Perang Hingga 2024. https://jakartagreater.com/47933/indonesia-targetkan-miliki-154-kapal-perang-hingga-2024/
15 Kedutaan Besar dan Konsulat AS di Indonesia. (2022). Super Garuda Shield 2022 Tampilkan Kemitraan Multilateral dan Interoperabilitas Bersama. https://id.usembassy.gov/id/super-garuda-shield-2022-tampilkan- kemitraan-multilateral-dan-interoperabilitas-bersama/